Lahan perkebunan apel merah yang berada di Bumiaji, Kota Batu, Kamis (8/6/2023). AGROTOPIA/Satria Davin Varian
Perkembangan Luas Lahan Pertanian Kota Batu
Agrotopia.id– Kota Batu memiliki potensi yang besar dalam berbagai sektor, salah satunya sektor pertanian. Hal ini bisa kita lihat pemandangan lahan pertanian dan persawahan yang terhampar. Namun, beberapa tahun kedepan akan mengalami perubahan menjadi pemandangan kota yang penuh dengan bangunan bertingkat. Hal tersebut karena maraknya alih fungsi lahan, yang membuat lahan pertanian di Kota Batu mengalami penyusutan. Bahkan, penurunan luas lahan pertanian yang terjadi cukup ekstrim dengan mencapai angka lebih dari 100 hektare tiap tahunnya dalam tiga tahun terakhir. Permasalahan ini perlu menjadi perhatian serius pemerintah (Pemkot) Kota Batu.
Menurut petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) DPKP Kota Batu Retno Indahwati mengatakan, dari data yang ada luas lahan pertanian di Kota Batu pada tahun 2022 sekitar 4.777,988 hektare. Sedangkan pada tahun 2021 sekitar 4.939,010 hektare. Jadi dalam satu tahun itu terjadi peralihan fungsi lahan sekitar 161,022 hektare.
Awal Penyusutan Lahan Perkebunan Apel
Bagi Kota Batu, buah apel merupakan ciri khas dan komoditas buah yang banyak peminatnya. Hal ini diperkuat juga dengan banyaknya wisata petik apel di Kota Batu. Tentu dengan berkurangnya lahan perkebunan apel berpengaruh pada produksi buah apel yang dihasilkan. Melansir dari ngopibareng, Dinas Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Kota Batu menyoroti luas lahan perkebunan apel yang berkurang setiap tahunnya. Berdasarkan data pada 2020 luas lahan perkebunan apel seluas 1.200 hektare. Pada tahun 2022 berkurang menjadi seluas 1.092 hektare.
Dul Komar selaku Penyuluh Pertanian Dinas Pertanian dan Ketahanan Kota Batu mengatakan varietas apel di Kota Batu masih sangat terbatas. Empat varietas yang ada antara lain apel ana, rome beauty, manalagi dan wanglin. Ia juga memaparkan penyebab berkurangnya lahan pertanian karena beberapa faktor seperti :
- Menurunnya kualitas tanah akibat penggunaan pupuk kimia.
- Kurangnya bantuan subsidi pupuk organik dari pemerintah.
- Cuaca ekstrem yang membuat hasil panen buah apel yang menurun.
- Mahalnya perawatan apel.
- Beberapa hama dan penyakit yang mudah menyerang pohon apel.
Wakil Walikota Batu, Punjul Santosa mengatakan pihaknya siap bersinergi dengan DPR RI untuk mengatasi permasalahan penelitian pengembangan varietas apel, mengatasi permasalahan subsidi pupuk dan restorasi tanah untuk mengembalikan unsur hara. “Apel ini menjadi salah satu komoditas utama yang ada di Kota Batu. Kami dari Pemkot Batu berupaya bagaimana apel ini dapat dikenal lebih banyak orang, salah satunya dengan menjadikan apel sebagai suguhan wajib di hotel Kota Batu,” ungkapnya (15/8/2022).
Alih Fungsi Lahan Kebun Apel, jadi Komoditas Lain
Berkurangnya lahan perkebunan apel menjadikan para petani memilih alih fungsikan kebun menjadi kebun sayur dan jeruk. Petani mengalihfungsikan lahan karena perawatan yang murah dan hasilnya lebih murah daripada apel. Apel sekarang jika kita menjualnya pada penjual, mereka akan memberikan harga yang rendah dan tidak sebanding dengan perawatannya. Pada faktanya, harga buah apel jika sudah jatuh ke tangan tengkulak ataupun penjual ecer, mereka akan menjualnya dengan harga tinggi padahal jika mengambil langsung dari petani, harganya jauh lebih murah.
Melansir dari TribunBatu Semakin banyak petani apel yang memilih ‘pensiun’ dan memilih berkebun tanaman lain, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kota Batu gencar menjalankan program revitalisasi lahan apel. Program ini bertujuan untuk menghidupkan kembali kebun apel yang sebelumnya menjadi salah satu pilihan wisata favorit wisatawan, khususnya dari luar kota. Pada program revitalisasi, pemilik kebun akan mendapat bantuan berupa pemberian bibit apel, dolomit, PGPR, pupuk organik dan pestisida. “Kita berupaya mempertahankan apel sebagai ikon Kota Batu. Saat ini luas lahan yang masih produktif 907,29 hektare dan yang sudah direvitalisasi seluas 243,5 hektare,” kata Kepala DPKP Kota Batu, Heru Yulianto (5/3/2023).
Namun pada fakta lapangan, para petani apel ‘curhat’ terkait mahalnya obat-obatan dan pupuk subsidi yang sulit mereka dapat. Meskipun mereka sudah mendapat kartu tanda anggota petani (KTAP), mereka belum tentu mendapat pupuk subsidi. Padahal pupuk dan obat-obatan ini penting untuk perawatan pohon apel mereka agar terhindar dari hama, penyakit dan cuaca ekstrem. Khalik mengakui, menanam dan membudidayakan apel mendapat tantangan yang besar. Banyak lika-liku yang harus mereka dapat. “Pengeluaran untuk perawatan dengan hasil yang kita dapat belum tentu sebanding. Apalagi jika kita harus tutup lubang gali lubang demi mempertahankan apel,” ujar Khalik selaku mantan petani apel.
Permasalahan yang serius seperti ini perlu perhatian khusus dari pemerintah. Tidak hanya pemerintah saja yang mengupayakan keselamatan lahan perkebunan apel, tetapi dari petani dan masyarakat bisa membantu pengoptimalisasian program yang sudah dicanangkan pemerintah. Adanya program pemerintah diharapkan Pemerintah berharap dengan adanya program ini bisa menjadi solusi dalam penanganan menyusutnya lahan perkebunan apel di Kota Batu.